Kamis, 11 November 2010

JERIT HATI

Otakku kini hilang kendali, tak menahu apa yang telah tertimpa hingga semua kacau begini. Adakah seorang merasakan jeritan hati ini? Semua masalah dunia seakan menumpuk di otakku. Dan ku tak kuat menampungnya lagi. Akhirnya fikiran tak menentukan arah teranganku. Butalah sekarang penglihatanku. Buta akan semuanya. Penyakit iblish telah menggodaku lagi. Ku tak kuat menahannya. Jika ku tahan, semakin sempurnalah penyakit ini. Aduh sakit sekali rasanya. Padahal kemarin ku telah sembuh dan pulih pada jati diri. Tapi mengapa begini lagi. Aku sudah sulit tertawa, senyumpun sangat melarat, bibir ini seakan terkunci tuk melakukan hal itu.
Malam segeralah kau enyah jauh sana. Ku butuh cahaya matahari. Bukan bintang yang hanya janjikan keindahan. Tutur tubuh ini mulai kaku mendingin, dan angin-angin ini tak mau berhenti mencibiri tubuhku. Cepatlah kau pergi raja malam bersama pasukan-pasukanmu.

JERITAN MALAM
Mataku tertutup pilu
mendengus di sela detik
Tanganku tak mau melepas kepala
akhirnya hati menjerit
dan mengundang air mata

Aaaaaaaahhhhhhhh……
Sudah cukup perih ini
Aku tak bisa jadi pujangga lagi
Ogah tunduk petaka hati
dengan janji

Bila semua pun tiba
Tak mau ku dengar sapa
berbisik kelabu di telinga
Karena teramat cukup ku merasa
jinjingan duka berbungkus lara

Baru ku sadari
Embong malang penuh duri
Telah lama ku lampaui
jika telah tahu menyakiti
Mengapa tetap ku jalani



Beban ini sangat berat ku pikul. Al-Adlu, ku butuh kurniamu. Berikan aku kecerahan tapak untuk ku terjang. Aku memang menikmati kesakitan ini, tapi aku tak mau selalu terjerembab dalam kenispaan, aku juga ingin mencicipi manisnya kasih sayang serta lembutnya belaian cinta. Tapi mengapa keduanya sulit tuk ku raih? Kemanakah tempat untuk mengentas luka, jika setiap ku melangkah selalu bertemu dengan jurang yang curam dan penuh duri. Ku bingung tuk tentukan arah. Terasa lelah ku rasakan semua ini. Dan hati ini penuh kewas-wasan. Terlalu lama pujaanku meredam cinta. Akankah aku berlari kencang dari semua ini?
Haruskah aku menyalakan api kembali. Dan meninggi di langit lalu ku tatap lagi bumi yang telah terbenam. Setelah itu aku akan abadi dan tak kan mati. Meski cita ku tak berbentuk lagi. Tapi…. rasa ini tak bisa terobati begitu saja… jika aku memaksa sama halnya aku menolak rahmat tuhan. Namun bila diam saja, aku akan selalu dijilati pecahan kaca yang menusuk dalam jantungku, lalu apa yang harus ku perbuat????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar